Cerita berikut merupakan lanjutan dari bagian 13, jika anda belum membaca sama sekali silakan dilanjutkan di bagian 1. Semester 3 merupakan pengalaman yang memberikan kesan tersendiri buat saya. Di semester ini saya pertama kali mengikuti program A1 (sebutan lain untuk program IPA zaman dulu). Pelajaran matematika seminggu 6 jam, fisika 4 jam, kimia 4 jam. Cukup banyak pelajaran eksak. Waktu itu setiap mata pelajaran ada kreditnya. Kalau jumlah jamnya seminggu banyak maka kreditnya makin besar. Ini berarti matematika kreditnya 6, fisika 4 dan kimia juga 4.
Selain karena berada di program A1, saya sampai 2 kali ikut lomba, pertama IMO, dan yang kedua liga matematika unair. Walaupun keduanya gagal, tapi aku cukup puas, minimal jadi punya strategi buat tahun depan. Dengan ikut 2 lomba tadi, namaku makin dikenal di banyak anak. Ya, betapa tidak kalau siswa kesulitan belajar matematika, biasanya mereka menghubungi aku. Begitu juga dengan pelajaran fisika.
Menjelang pembagian raport semester 3, teman-teman sangat mengharapakan saya adalah rangking 1 di kelas fisika 3. Bukan mengharap, sebenarnya mereka menganggap saya pasti rangking 1. Saya sendiri juga bingung memperkirakan nilai saya. Memang jika dihitung dari sisi kredit, matematika dan fisika cukup besar, tetapi nilai-nilai saya untuk pelajaran lain tidak bagus. Boleh dikatakan saya nyaris tidak pernah belajar di luar matematika dan fisika.
Ketika raport dibagikan, di kelasku (fisika 3) yang mendapat rangking 1 adalah anita, sedangkan rangking 2 adalah Hadi Pornomo. Ternyata saya sendiri hanya mendapat rangking 11. Ya, lumayanlah ada peningkatan, karena sebelumnya saya rangking 13 di semester 2, yaitu di kelas 1-5. Sekalipun begitu saya juga agak kecewa. Walaupun rangking bukan target saya, tetapi ketika rangking saya rendah saya juga menderita. Apalagi ketika pulang, orang tua saya pasti kecewa lagi.
Ya, apa boleh buat, saya mesti menerima apa adanya hasil yang saya peroleh. Memang begitu kenyataannya. Selam di kelas 2 tadi, saya duduk sebangku bertiga. Yaitu saya, keke (widyo Nugroho) dan Didik Irfan. Teman-teman saya menganggap di antara kami bertiga yang paling pinter adalah saya. Tetapi kenyataannya rangkingnya yang paling jelek adalah saya, karena Keke rangking 3, Didik Irfan rangking 6, sedangkan saya rangking 11. Ha ha ha ….. memang beda ya kalau pinternya di 2 pelajaran yang ditakuti banyak orang. Setiap orang pasti menganggap saya yang paling pinter.
Tidak apalah saya menjadi rangking 11. Setidaknya saya tahu, untuk kepentingan yang lebih jauh kemampuan saya akan jauh lebih berguna. Untuk itu saya tetap bisa merasa percaya diri. Di kelas saya (fisika 3), yang memiliki kemampuan eksak paling menonjol adalah saya dan Hadi Pornomo. Jadi, kebanyakan teman-teman saya kalau mau bertanya bagaimana cara belajar yang benar, pasti bertanyanya ke hadi atau ke saya. Saya berfikir, kalau bertanya ke hadi wajar, karena dia rangking 2. Kakau bertanya ke saya? Buat apa? Saya kan rangking 11 ….. Tapi tidak apa-apa. Kalau teman-teman saya masih penasaran dengan rahasia saya, berarti saya masih punya nilai lebih dibandingkan teman-teman lain.
Saya tidak pernah memberitahukan kepada teman saya bagaimana cara saya belajar. Saya tidak pernah memberitahukan bahawa saya sudah mempelajari matematika kelas 2 dan 3 ketika masih kenaikan ke kelas 2. Kalau saya ditanya bagaimana cara saya belajar, maka saya hanya menjawab ,”Sepanjang waktu saya belajar.” Teman-teman saya kadang jadi bingung. Saya hanya menjelaskan,”Ya, setiap saat saya akan belajar, kecuali kalau ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Rahasia saya belajar matematika kelas 2 yang saya tutup akhirnya bocor juga kepada 1 orang. Tapi, orang tadi tidak pernah membocorkan rahasia saya ke teman lain, mungkin sampai hari ini saya membuat tulisan ini.
Siapakah dia? Dia adalah siswa kelas fisika 2. Dia termasuk orang yang sangat mengamati nilai-nilai anak yang bagus. Rupanya dia curiga melihat nilai saya. Bahkan dia pernah membanding-bandingkan dengan nilai wilis, atau teman lain yang cukup bagus nilainya di matematika.
Nilai raport saya untuk matematika adalah 9, begitu juga dengan Wilis dan Hadi. (Saat itu nilai raport selalu bilangan bulat, maksimal 9). Terus apa yang membedakan? Kenapa nilai 9 saya menjadi nilai yang mencurigakan? Rupanya teman saya tadi bukan mencurigai nilai raport, tetapi nilai ulangan harian matematika saya. Ya, nilai ulangan harian saya yang selalu terlihat sempurna, benar semua dan selalu 100. Walaupun kalau saya boleh jujur ada satu nilai yang bukan 100, tetapi guru saya tidak pernah mengumumkan nilainya. Malahan ada hal yang agak ganjil, ketika ulangan trigonometri, semua anak-anak nilainya jelek. Bahkan wilis mendapatkan nilai 25. Tetapi nilai saya tetap 100. Ini yang membuat satu orang ini curiga. Nama teman saya ini adalah Samsul Hadi. Siapakah dia? Silakan dilihat di bagian ke 15.
woww Didik Irfan temenku SMP kuwi Mas
ReplyDelete