Cerita ini saya dapat dari guru saya, Tung Desem Waringin. Ketika itu beliau sedang menuju ke seminar di malam hari. Mendadak ada sebuah telpon dari seorang perempuan. Perempuan itu sedang curhat kepada Pak Tung. Perempuan itu berkata,”Pak Tung, saya punya masalah, saya pernah berpacaran dengan dosen saya. Dosen saya mengaku masih bujang, ternyata sudah memiliki istri, padahal hubungan saya sudah terlalu jauh. Pak Tung, sekarang ini lagi turun hujan, lampu juga mati, kelihatannya sangat cocok buat saya untuk bunuh diri”.
Setelah mengatakan hal itu dia langsung menangis, sehingga tidak bisa diajak bicara. Akhirnya Pak Tung berusaha merusak polanya. Pak Tung berkata kepada perempuan tadi, “Coba sekarang telunjuk jarimu angkat ke atas dan putar-putar, sambil mengatakan oeeeng, oeeeng, ….. setelah itu masukkan ke hidung dalam-dalam sambil mengatakan .. bunuh diri niyee”. Pak Tung berharap agar si perempuan melakukan itu sehingga geli dan tidak jadi bunuh diri.
Akan tetapi si perempuan nampaknya tidak melakukan hal itu, terbukti dia menangis terus. Pak Tung cari akal, bagaimana agar si perempuan bisa diajak bicara. Pak Tung berusaha merusak pola dengan cara lain, akhirnya Pak Tung bertanya,”Pernah engga kamu kentut di depan umum?” Setelah ditanyakan hal itu si perempuan menjawab ,”Pak Tung kenapa nanya seperti itu?” Mendadak si perempuan bisa bicara karena polanya rusak.
Begitu si perempuan mulai bisa diajak bicara, Pak Tung bertanya,”Agamamu apa?” Si perempuan menjawab ,”Budha”. Pak Tung bertanya,”Seberapa besar kamu percaya sama Budha, jika skalanya 0 sampai 10, maksudnya jika 0 tidak percaya, jika 5 sedang-sedang, jika 10 percaya banget”. Si perempuan menjawab 10. Pertanyaan ini penting, karena jika si perempuan tidak percaya pada Budha, atau tingkat percayanya 0, percuma pak Tung mengaitkan dengan Budha. Pertanyaan dilanjutkan lagi, “Kenapa kamu percaya sama Budha?” Perempuan tadi menjawab, “Karena saya pernah diselamatkan oleh Budha, waktu itu saya bersama teman saya terjatuh dari jembatan penyeberangan, saya masih bisa menggantung, teman saya terjatuh dan mati. Saya masih hidup”. Akhirnya Pak Tung bicara dengan suara keras, “Oooo jadi begitu ya, begitu Budha menyelamatkan kamu, sekarang kamu mau bunuh diri ya?” Si perempuan tambah menangis, mendadak handphonenya mati, si perempuan tidak bisa dihubungi. Pak Tung kebingungan, karena di tempat perempuan, listrik sedang mati. Sementara terapi belum selesai.
Waktu itu Pak tung mau memberikan seminar, sehingga tidak bisa melanjutkan terapinya. Pak Tung hanya bisa meng-sms yang bunyinya, “Tunggu jam 12 malam, nanti saya telpon, saya tidak bisa nelpon sekarang karena harus mengisi seminar”. Dengan cara seperti ini jika perempuan masih menunggu jam 12 malam maka keinginan bunuh dirinya bisa jadi tertunda sampai jam 12 malam, karena menunggu telpon Pak Tung.
Ketika seminar, pak Tung menceritakan kejadian ini di seminar, sambil minta kepada seluruh peserta seminar untuk meng-sms yang isinya memberikan motivasi. Jika semua peserta seminar mengirimkan sms maka si perempuan akan lama membaca smsnya, sehingga dia tidak sempat bunuh diri sampai jam 12 malam.
Ketika jam 12 malam Pak Tung menelpon lagi. Rupanya si perempuan sudah mulai baik. Dia berkata,”Pak Tung terima kasih, sekarang saya sudah baikan, sampaikan salam kepada teman-teman Bapak yang telah memberikan motivasi kepada saya, ini ada si Joni, Budi, Rina, … dan masih banyak lagi” Rupanya si perempuan menbaca sms tadi.
Akhirnya Pak Tung bertanya ,”Apa yang mau kamu lakukan?” Dia menjawab,”Saya besok akan menuju wihara yang terbesar di Jakarta. Senin saya akan ke kampus menemui dosen saya”. Pak Tung agak bingung, wah jangan-jangan menemui dosennya untuk pacaran lagi, sehingga Pak Tung bertanya,”Untuk apa menemui dosen?” Si perempuan menjawab,”Saya akan mengatakan kepadanya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, saya juga berhak, tapi saya tidak mau mengganggu rumah tangganya. Dan akan saya katakana, dia sudah tidak ada artinya bagi saya”.
artikelnya bagus pak.. saya juga ingin merusak pola dalam diri, biar gak malas lagi :)
ReplyDelete