Sejak kecil saya biasa menyendiri. Bermain sendirian, tanpa teman-teman. Malahan kalau ada teman-teman saya tidak suka. Hali ini karena terkadang teman-teman saya malah merusakkan mainan saya, ini yang tidak saya suka. Kebetulan pekarangan di belakang rumah saya sangat luas. Tapi pekarangan itu sering terkena banjir, karena memang dataran rendah.
Saya suka sekali bermain di situ, karena banyak airnya. Saya bermain-main membuat sungai-sungai mainan. Kebetulan permukaan air tanah di tempat saya miring, jadi kalau saya buat sungai kecil-kecilan maka air sungai bisa mengalir.
Wah asyik sekali bermain sendiri. Jika sungai sudah ada saya buat jembatan, kemudian nanti akan muncul jalan yang saya buat. Waha asyik sekali, jadilah sebuah model kota kecil buatan saya, peralatannya sederhana, yaitu hanya tanah dan sedikit batu bata yang selalu tersedia di rumah saya.
Bagian belakang rumah saya dulunya merupakan bekas sungai besar, entah kapan itu mungkin zaman purbakala (he he, sok jadi ahli prasejarah). Ini terlihat jika digali ke bawah, banyak dijumpai pasir yang mutunya bagus sekali.
Saya sangat suka kalau ada orang yang disuruh ibu saya untuk menggali pasir tersebut. Biasanya oap pagi Bapak dan Ibu saya berangkat ke sekolah (mengajar). Kakak-kakak saya juga pergi ke sekolah. Saya waktu itu belum sekolah. Jadilah saya sendirian di rumah. Karena ada yang menggali pasir di rumah saya (sekalian buat kolam, maksudnya empang), saya bermain-main di situ.
Pasir yang baru diangkat pastilah mengandung air. Air inilah yang saya kumpulin, untuk dialirkan ke tempat yang lebih rendah, sehingga jadilah sungai buatanku. Terkadang alirannya saya buat pancuran ke bawah dengan bantuan tangkai daun papaya, karena tangkai ini seperti selang yang berlubang.
Semestinya kalau melihat kondisi seperti ini nanti kalu besar cocok untuk masuk jurusan teknik sipil. Sampai sekarang kalau urusan mengalirkan air, bisa dibilang saya cukup tahu banyak caranya. Ini saya rasakan ketika sudah tinggal di asrama ITB dan kami memiliki akuarium besar. Saya tahu banyak bagaimana cara membersihkan yang efektif.
Kondisi masa kecil saya yang seperti itu membuat badan saya kelihatan agak kotor di masa kecil. Tapi mungkin ini adalah anugerah yang sangat berharga buat saya. Dengan adanya permainan masa kecil saya itu, otak saya jadi tumbuh semakin kreatif. Yah, jadilah saya orang yang suka menganalisis berbagai hal.
Ketika di kelas 3 SMP, saya mulai belajar menggambar parabola. Walaupun hanya diajari gambar yang sederhana, yaitu y = x2, maka saya berusaha menggambar bentuk bentuk yang lengkap, yaitu y = ax2 + bx + c. Saya jadi tahu persis, bentuk parabola tidak pernah berubah, asalkan nilai a tetap. Nilai b dan c hanya menggeser-geser posisi parabola.
Karena penasaran terus, saya berusaha menggambar bentuk y = x3. Cara saya hanya dengan memasukkan nilai-nilai x mulai dari -3, -2, ….. sampai 3 (Ini mungkin cara brutal, karena ga pake teknik. Lumayanlah buat anak SMP).
Sayangnya saya salah mengambil kesimpulan waktu itu. Saya pikir bentuk y = x3 + bx2 + cx + d gambarnya sama dengan y = x3, hanya digeser kearah tertentu. Lalu saya bgambat y=x4. Saya amati bentuknya mirip dengan y = x2. Lagi-lagi saya salah mengambil kesimpulan.
Ketika masuk kelas 1 SMA, guru bimbel saya, Pak Subandrio mengatakan, “Persamaan kuadrat memiliki 2 akar, sementara persamaan pangkat 3 memiliki 3 akar”. Kata-kata itu membuat saya gatal, sampai di rumah saya langsung menggambar grafik y = x3 – 6x2 + 8x. Ternyata bentuk ini berbeda dengan y =x3. Grafik y =x3 memotong sumbu x di satu titik,
sedangkan y = x3 – 6x2 + 8x memotong sumbu x di 3 titik.
Selama ini saya pernah mendapatkan rumus ABC dari persamaan ax2 + bx + c = 0.
Saya paham betul cara mencari rumus ini ketika kelas 1 SMA. Karena hobi saya menganalisis, akhirnya saya mencoba membuat rumus ABCD dari persmaan ax3 + bx2 + cx + d = 0
Saya seringkali mencoba menemukan rumus ini, tetapi tidak pernah ketemu. Siang malam saya coba, berhari-hari bahkan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Saya selalu mencobanya. Tapi tidak pernah saya temukan.
Tapi walaupun tidah pernah ketemu, hasil pekerjaan ini sangat membawa manfaat. Ini yang menyebabkan kenapa saya bisa mempelajari bab suku banyak dan turunan hanya dalam satu malam. Saat saya mempelajarinya, seolah-olah saya telah mengerjakan masalah ini. Ketika mengerjakan soal-soal suku banyak, serasa saya menemukan jawaban untuk memecahkan persamaan pangkat 3. Ketika mempelajari Turunan, saya sangat suka karena seolah-olah grafik-grafik yang saya gambar kini bermunculan lagi. Saya sangat suka karena disini saya belajar menggambar grafik dengan metoda yang lebih jitu. Saya tahu persis dimana puncak dari setiap grafik. Kalau dulu saya mengerjakannya dengan cara yang brutal, yaitu mamasukkan nilai x nya
satu persatu maka sekarang tidak lagi.
Selesai mempelajari suku banyak dan turunan saya belum menemukan rumus ABCD yang saya
inginkan. Saya bahkan tidak pernah menemukannya sampai akhir kelas 3 SMA.
BERSAMBUNG ke (bagian 9)
No comments:
Post a Comment