Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 5). Aku selalu mempelajari buku fisika dari Yohanes Surya, walaupun di sekolahku menggunakan buku lain, aku lebih banyak mengerjakan soal-soal dari buku Yohanes Surya. Pada buku ini bagian awal bab adalah teori ringkas, kemudian ada soal-soal dan pembahasan yang cukup bervariasi (kira-kira 30 soal), terus dilanjutin dengan soal-soal yang tidak ada pembahasannya (sekitar 50 soal/bab).
Soal-soal yang tidak ada pembahasannya ini rata-rata mirip degan soal-soal yang ada pembahasannya, jadi dengan metoda melihat pembahasan yang ada kita pasti bisa mengerjakannya. Ini yang saya sebut metoda nyontek, jadi saya bisa fisika karena nyontek. Sebenarnya yang ditaruh Yohanes Surya di buku bukan hanya soal fisika SMA, tapi juga materi kuliah mahasiswa tingkat pertama. Jadi kalau menguasai buku Yohanes Surya, pastilah kemampuan fisikanya dahsyat.
Kebetulan saya telah berhasil mengerjakan soal-soal fisika Yohanes Surya, hanya sedikit bagian bab terakhir di semester I yang tidak saya kerjakan. Dari sini jelas, saya sangat menguasai fisika SMA.
Kebetulan di kelas saya, gurunya kurang enak dalam mengajar. Teman-teman saya mengeluh, karena tidak bisa fisika. Suatu hari, guru saya menuliskan soal GLBB, dan berjanji, siapa saja yang bisa mengerjakan di depan akan mendapatkan bonus nilai. Karena saya tahu, soal itu diambil dari buku Yohannes Surya, maka dalam waktu sekejap saya bisa menyelesaikannya.
Tapi saya tidak segera maju. Saya hanya duduk diam saja, sampai akhirnya sang guru menanyakan pada saya “Sudah selesai?” . Saya jawab,” sudah pak”. “Silakan ke depan” kata guru saya. Akhirnya saya kerjakan di depan sampai selesai. Guru saya hanya ngomong, “Ya, beginilah jawaban yang benar”. Setelah itu guru saya memberikan soal lagi. Aku langsung mengerjakannya sampai selesai, hingga akhirnya guru saya melihat dan saya dipersilakan ke depan.
Setelah selesai gru saya mengatakan hal yang sama, “Ya, beginilah jawaban yang benar”. Setelah itu guru saya keluar karena waktunya sudah habis. Teman-teman yang baru mengenal saya (memang waktu itu SMA belum 1 bulan) lumayan keheranan. Mereka jadi bertanya-tanya ke saya gimana caranya. Setelah itu jika ada permasalahan fisika, saya menjadi tempat bertanya. Bahkan teman saya ada yang ngomong ,”Seharusnya kamu yang ngajar, bukan bapak itu.”
Suatu hari guru fisika saya memberi PR dari buku pegangan. Saya tidak punya buku pegangannya karena memang buku pegangannya bukan buku Yohanes Surya, dan saya termasuk orang yang ekonomis, ga mau beli buku lagi (mungkin sebenarnya ga punya duit). Akhirnya saya meminjam kepada teman, tapi teman saya mewanti-wanti, “Kapan dikembalikan?” Saya jawab “2 hari lagi”. Akhirnya teman saya meminjamkan, selama 2 hari itu saya kerjakan soalnya sampai selesai.
Ketika saya mengembalikan buku itu, teman saya malah pengin meminjam pekerjaan saya. Setelah saya pinjamkan ternyata hampir semua teman saya memfotokopi jawaban saya. Akhirnya jika ada PR lagi teman-teman saya berusaha meminjamkan bukunya ke saya.
Berita tentang kemampuan saya di matematika dan fisika begitu menguat, hingga menyebar ke kelas-kelas lain. Mungkin saya dianggap dewa di matematika dan fisika. Tapi perlu diketahui, kemampuan saya di bidang lain menurun. Kecuali olahraga, kalau disuruh lari marathon, saya adalah yang paling kuat di kelas 1-5.
Tapi, anehnya teman-teman tidak melihat kelemahan saya. Kemampuan matematika dan fisika yang jauh di atas teman-teman lain dianggap sesuatu yang sangat dahsyat, karena biasanya siswa SMA sangat kesulitan mempelajari 2 hal ini. Ketika pembagian raport, teman-teman saya mengira sayalah rangking 1.
Tapi ternyata, saya hanya memperoleh rangking 4 di kelas 1-5. Di semester 2 lebih gila lagi, saya memperoleh rangking 13. Orang tua saya tidak suka dengan keadaan ini. Saya dimintanya untuk sungguh-sungguh di semua pelajaran. Saya bukannya malah sungguh-sungguh, tapi malah makin menguatkan matematika dan fisika. Di sinilah petualangan saya mulai.
BERSAMBUNG ke (bagian 7)
No comments:
Post a Comment