Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 3). Ketika saya mulai masuk kelas 3 SMP, siswa yang dianggap pintar dimasukkan ke kelas 3B dan 3F. Aku sendiri masuk di kelas 3B. Sementara itu kelas siswa kelas 3F rata-rata kelihatan jauh lebih pintar dari kelas 3B. Kalau kelas lain, ya tentunya masih di bawah 3B. Memang saya akui, kelas 3F lebih bagus, yang ranking 1 sekolah juga ada di kelas itu. Yang ranking 1 sekolah ini dulunya NEM masuknya peringkat 2, tepat nilainya di bawahku.
Tapi ada hal tertentu yang membuat aku tidak suka. Ketika acara peringatan HUT RI, diadakan lomba seni antar kelas. Setiap dua kelas diserahin 1 ruangan. Di situlah kita menyusun karya seni, mulai dari wayang (tentunya wang kulit, bukan wayang orang), dan hiasan-hiasan dinding lain. Sorri saya kurang bisa menceritakan seninya karena saya tidak tahu banyak tentang seni.
Terus terang saat itu saya lihat kelas saya dekorasinya paling indah. Anak kelas 3F yang dekat dengan saya memberikan ucapan selamat, “Wah kalian semua bisa kompak, pada membawa barang-barang seni yang bagus-bagus dari rumah, kalian pasti juara I”. Saya akui, kelas 3F mamang dekorasinya tidak bagus, bahkan banyak kelas lain yang lebih bagus, termasuk kelas 1 dan 2.
Saat pengumuman, betapa terkejutnya saya, ternyata kelas 3F juara 1. Ini mungkin awal dendam saya.
Saat kami kelas 3 SMP itu, kami dibagi kelompok-kelompok untuk membuat karya tulis. Yang membimbing jelas guru bahasa Indonesia, tapi sayangnya guru kelas kami hanya bertahan beberapa bulan karena dipindahkan ke sekolah lain.
Kami membuat karya tulis yang hasil studi tour kami ke Jogjakarta. Yang kita lakukan hanya membuat karya tulis sebaik-baiknya tanpa pembimbing, masalahnya pengajar Bahasa Indonesia di kelas kami belum jelas. Sementara yang menilai adalah guru bahasa Indonesia kelas 3F. Saya tidak tahu, mana karya tulis yang baik. Karena memang saya tidak tahu.
Ya anda tahu sendiri kalau seni saya masih bisa menilai, mana yang indah mana yang tidak. Kalau karya tulis gimana? Saya kan masih bocah ingusan? He he, maksudnya kalau lagi flu
Ketika pengumuman betapa terkejutnya saya, juara 1, 2, dan 3 adalah dari kelas 3F. kelas kami tidak satupun mendapat juara. Masak sih karya tulis kami jelek jelek? Atau guru bahasa Indonesia kelas 3F ingin siswa bimbinganya kelihatan hebat-hebat? Atau mungkin karena yang menilai guru Bahasa Indonesia kelas 3F sehingga karya tulis kami tidak sesuai dengan idenya, atau malah bertentangan dengan idenya?
Saat inilah muncul dendam yang makin membara pada diri saya. Saya akan membalas semua kekalahan ini. Saya akan mengalahkan kelas 3F sekalah-kalahnya. (he he ini bahasa saya ngaco)
Tapi terus terang saya hanya bisa membalas di EBTANAS (baca UN zaman dulu)nanti. Saya cari buku soal-soal EBTANAS tahun lalu, saya kerjakan semuanya, dan saya beri nilai sendiri sesuai kunci yang ada di buku. Dari sini saya bisa memprediksi berapa NEM saya nanti. Bisa dibilang saat itu saya bikin try out sendiri.
Kalau jam belajar kosong, saya sempatkan ke ruang guru untuk minta soal-soal tahun lalu kepada guru yang punya, baik soal EBTA, PRAEBTA, atau apa sajalah buat dipelajari.
Di semester 5 (maksudnya semester 1 kelas 3) ketika SMP saya hanya menduduki peringkat 4 di kelas 3B. Peringkat 1 nya adalah Andik Nashar Widodo, dia dulu ketika masuk SMP NEM nya peringkat 3.
Si Andik ini adalah teman saya ketika di SMA, bahkan sampai kuliah di ITB, plus satu asrama tinggalnya, ya di ABG, maksudnya asrama Bumi Ganesha.
Ketika melihat saya yang begitu rajin menyiapkan EBTANAS, rupanya Andik tidak tinggal diam. Diapun rajin habis-habisan. Jadilah dia NEM nya terbaik, sementara saya peringkat 2. Saya tidak bisa mengungguli dia, karena di awal kelas 3 saya memang sudah kalah start.
Ketika pengumuman nilai EBTANAS, sekolah memanggil ke depan 10 siswa terbaik. Dan ……. yang ditunggu-tunggu tiba, dendam saya terbalas.
Dari 10 orang yang dipanggil, 9 orang dari kelas 3B, 1 orang dari kelas 3F, dialah yang selalu menjadi ranking 1 di sekolah selama ini, tapi kali ini dia hanya peringkat 4.
Kenapa semua ini terjadi? Ketika EBTANAS saya malakukan kecurangan, saya mebagi-bagi jawaban saya ke teman-teman sekelas saya.
Jadi
Juara 1 : Andik
Juara 2 : saya
Juara 3 : teman yang ketika EBTANAS tepat duduk di belakang saya, parahnya lagi anak yang satu ini nilai matematikanya betul semua, padahal punya saya salah satu.
Juara 4 : dari kelas 3F (ranking 1 sekolah)
Juara 5, 6, 7, 8 : teman-teman yang duduknya di kiri, kanan saya, kiri belakang dan kanan belakang
Juara 10 : Teman dekat saya, duduknya jauh dari saya, tetapi selalu berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan saya
Ya begitulah, saya tidak tahu, apakah itu dendap positif atau negatif, tetapi saya merasa berhasil karena dulu meras dizalimi.
Teman-teman saya yang masuk 10 besar tadi hampir semuanya masuk di SMAN 2 Tulungagung, bersama saya. Di SMA inilah karir dahsyat saya mulai. Bagaimana cara saya mempelajari Fisika, Matematika, sampai saya dianggap jenius. Yang jelas di sini ada rahasianya yang ketika di SMA tidak pernah saya buka.
Dan ketika di kelas 2 dan 3 SMA, saya satu kelas dengan siswa yang dulu bersaing dengan saya untuk menjadi juara 2 lomba matematika tingkat kabupaten.
BERSAMBUNG ke (bagian 5)
No comments:
Post a Comment