Thursday, July 16, 2009

Pengalamanku Belajar 9

Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 8). Seperti yang saya ceritakan di bagian sebelumnya, saya telah menamatkan belajar matematika kelas 2 dan 3 SMA ketika saya baru selesai kelas 1 SMA. Jadi saya sudah menamatkan SMA untuk matematika saja. Tapi ada satu kendala, saya hampir lupa semua materi yang saya pelajari.

Apakah berarti belajarku percuma? Lupa, menurut saya ini bagus sekali. Berarti teman-teman saya nanti setelah belajar pasti juga cepat lupanya. Jadi mereka ga akan bisa menyaingi saya, kecuali kalau mereka belajarnya kayak saya juga, atau melebihi saya.

Ketika guru saya ngajar matematika, saya mulai memahami. Eh ga tahunya saya cepat sekali ngertinya. Maklum udah dijelajahi sebelumnya. Tapi di awal-awal saya berusaha menutupi kemampuan saya. Cuma ujung-ujungnya ketahuan juga, walaupun guru saya tidak tahu rahasianya. Saya masih terus menutupi rahasianya.

Waktu ulangan, selalu terjadi hal-hal yang agak ganjil. Waktu yang diberikan 2 jam, tapi sebelum 1 jam saya juga sudah selesai. Ketika saya kelihatan selesai, guru saya langsung mendekati saya dan meminta supaya ulangan saya dikumpulkan. Setelah saya kumpulkan, guru saya mempersilakan saya di luar saja, maksudnya supaya saya tidak mengganggu yang lain.

Saya langsung ke perpustakaan. Rupanya siswa ada 3 orang siswa kelas fisika 1 yang lagi belajar di perpustakaan. (Kalau saya sendiri kelas fisika 3, bersama anita, sementar wilis di kelas fisika 2). Rupanya waktu itu kelas fisika 1 tidak ada gurunya, dan jam berikutnya mereka ulangan matematika.

Siswa kelas fisika 1 yang melihat saya keheranan, “Lho bukannya lagi ulangan matematika? Jangan-janga kamu udah selasi. Ajarin kita dong“

Yah itulah salah satu pengalaman saya ketika ulangan. Kebetulan guru saya mengadakan ulangan sampai 5 kali di semester 3. Dari 5 ulangan itu, 4 di antaranya betul semua. Anehnya , guru saya tidak membagikan ulangan ke 3. (di ulangan 3 ini saya jelas memiliki beberapa jawaban yang salah). Jadi, ulangan saya terkesan selalu 100. Saat ulangan sumatif (baca UAS) sayapun betul semua.

Dulu di awal semester, guru matematika saya punya aturan, setiap siswa harus mencatat apa yang dia ajarkan. Catatan kadang harus dikumpulkan untuk diperiksa kelengkapannya. Yah, itu memang kebiasaan ibu Rahayu Tugas (biasanya dipanggil bu Tugas) yang 2 tahun sebelumnya juga guru kakak saya. Bu Tugas pernah mengatakan “Ya saya melakukan semua ini karena di antara kalian tidak ada yang jenius.

Tapi setelah hampir 2 bulan mengajar saya Bu Tugas mengatakan ,”Ini yang saya ajarkan boleh kalian tulis, boleh juga tidak.” Dalam hati saya mulai berfikir “Wah jangan-jangan bu Tugas menganggap saya jenius, jadi merubah aturannya.

Memang ketika pelajaran trigonometri, saya tidak penrnah menanyakan soal, kecuali soal berpapa nilai 2cos 36o sin 18o. Jelas, ini adalah soal yang paling sulit. Ketika Bu Tugas mengajarkan ke saya, saya memang langsung menangkapnya.

Tidak berapa lama terdengar kabar dari teman saya Ariani, katanya bu Tugas berkata bahwa beliau belum pernah menjumpai murid yang lebih cerdas dari saya. Woow, memang saya cerdas? He he. Orang lain aja yang ga tahu rahasianya.

BERSAMBUNG ke (bagian 10)

(sori kalau di postingan kali ini saya kelihatan narsis, bukan maksud saya begitu, tapi saya hanya menginformasikan betapa ringannya beban matematika saya di semester 3)

Untuk kelas, saya sebut fisika 1, fisika 2 dan fisika 3, karena waktu itu penjurusan bukan IPA dan IPS saja. Tetapi A1, A2, dam A3. A1 = fisika, A2 = biologi, A3 = social)

Tuesday, July 14, 2009

Pengalamanku Belajar 8

w Page 1Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 7). Pada bagian ini saya ingin menceitakan kenapa saya bisa menamatkan 2 bab besar pada matematika selama semalam. Jika bagian ini tidak menarik menurut anda, karena banyak matematikanya, silakan langsung masuk ke (bagian 9).

Sejak kecil saya biasa menyendiri. Bermain sendirian, tanpa teman-teman. Malahan kalau ada teman-teman saya tidak suka. Hali ini karena terkadang teman-teman saya malah merusakkan mainan saya, ini yang tidak saya suka. Kebetulan pekarangan di belakang rumah saya sangat luas. Tapi pekarangan itu sering terkena banjir, karena memang dataran rendah.


Saya suka sekali bermain di situ, karena banyak airnya. Saya bermain-main membuat sungai-sungai mainan. Kebetulan permukaan air tanah di tempat saya miring, jadi kalau saya buat sungai kecil-kecilan maka air sungai bisa mengalir.


Wah asyik sekali bermain sendiri. Jika sungai sudah ada saya buat jembatan, kemudian nanti akan muncul jalan yang saya buat. Waha asyik sekali, jadilah sebuah model kota kecil buatan saya, peralatannya sederhana, yaitu hanya tanah dan sedikit batu bata yang selalu tersedia di rumah saya.


Bagian belakang rumah saya dulunya merupakan bekas sungai besar, entah kapan itu mungkin zaman purbakala (he he, sok jadi ahli prasejarah). Ini terlihat jika digali ke bawah, banyak dijumpai pasir yang mutunya bagus sekali.


Saya sangat suka kalau ada orang yang disuruh ibu saya untuk menggali pasir tersebut. Biasanya oap pagi Bapak dan Ibu saya berangkat ke sekolah (mengajar). Kakak-kakak saya juga pergi ke sekolah. Saya waktu itu belum sekolah. Jadilah saya sendirian di rumah. Karena ada yang menggali pasir di rumah saya (sekalian buat kolam, maksudnya empang), saya bermain-main di situ.


Pasir yang baru diangkat pastilah mengandung air. Air inilah yang saya kumpulin, untuk dialirkan ke tempat yang lebih rendah, sehingga jadilah sungai buatanku. Terkadang alirannya saya buat pancuran ke bawah dengan bantuan tangkai daun papaya, karena tangkai ini seperti selang yang berlubang.


Semestinya kalau melihat kondisi seperti ini nanti kalu besar cocok untuk masuk jurusan teknik sipil. Sampai sekarang kalau urusan mengalirkan air, bisa dibilang saya cukup tahu banyak caranya. Ini saya rasakan ketika sudah tinggal di asrama ITB dan kami memiliki akuarium besar. Saya tahu banyak bagaimana cara membersihkan yang efektif.


Kondisi masa kecil saya yang seperti itu membuat badan saya kelihatan agak kotor di masa kecil. Tapi mungkin ini adalah anugerah yang sangat berharga buat saya. Dengan adanya permainan masa kecil saya itu, otak saya jadi tumbuh semakin kreatif. Yah, jadilah saya orang yang suka menganalisis berbagai hal.


Ketika di kelas 3 SMP, saya mulai belajar menggambar parabola. Walaupun hanya diajari gambar yang sederhana, yaitu y = x2, maka saya berusaha menggambar bentuk bentuk yang lengkap, yaitu y = ax2 + bx + c. Saya jadi tahu persis, bentuk parabola tidak pernah berubah, asalkan nilai a tetap. Nilai b dan c hanya menggeser-geser posisi parabola.


Karena penasaran terus, saya berusaha menggambar bentuk y = x3. Cara saya hanya dengan memasukkan nilai-nilai x mulai dari ­-3, -2, ….. sampai 3 (Ini mungkin cara brutal, karena ga pake teknik. Lumayanlah buat anak SMP).


Sayangnya saya salah mengambil kesimpulan waktu itu. Saya pikir bentuk y = x3 + bx2 + cx + d gambarnya sama dengan y = x3, hanya digeser kearah tertentu. Lalu saya bgambat y=x4. Saya amati bentuknya mirip dengan y = x2. Lagi-lagi saya salah mengambil kesimpulan.


Ketika masuk kelas 1 SMA, guru bimbel saya, Pak Subandrio mengatakan, “Persamaan kuadrat memiliki 2 akar, sementara persamaan pangkat 3 memiliki 3 akar”. Kata-kata itu membuat saya gatal, sampai di rumah saya langsung menggambar grafik y = x3 – 6x2 + 8x. Ternyata bentuk ini berbeda dengan y =x3. Grafik y =x3 memotong sumbu x di satu titik,
sedangkan y = x3 – 6x2 + 8x memotong sumbu x di 3 titik.


Selama ini saya pernah mendapatkan rumus ABC dari persamaan ax2 + bx + c = 0.
Saya paham betul cara mencari rumus ini ketika kelas 1 SMA. Karena hobi saya menganalisis, akhirnya saya mencoba membuat rumus ABCD dari persmaan ax3 + bx2 + cx + d = 0


Saya seringkali mencoba menemukan rumus ini, tetapi tidak pernah ketemu. Siang malam saya coba, berhari-hari bahkan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Saya selalu mencobanya. Tapi tidak pernah saya temukan.

Tapi walaupun tidah pernah ketemu, hasil pekerjaan ini sangat membawa manfaat. Ini yang menyebabkan kenapa saya bisa mempelajari bab suku banyak dan turunan hanya dalam satu malam. Saat saya mempelajarinya, seolah-olah saya telah mengerjakan masalah ini. Ketika mengerjakan soal-soal suku banyak, serasa saya menemukan jawaban untuk memecahkan persamaan pangkat 3. Ketika mempelajari Turunan, saya sangat suka karena seolah-olah grafik-grafik yang saya gambar kini bermunculan lagi. Saya sangat suka karena disini saya belajar menggambar grafik dengan metoda yang lebih jitu. Saya tahu persis dimana puncak dari setiap grafik. Kalau dulu saya mengerjakannya dengan cara yang brutal, yaitu mamasukkan nilai x nya
satu persatu maka sekarang tidak lagi.


Selesai mempelajari suku banyak dan turunan saya belum menemukan rumus ABCD yang saya
inginkan. Saya bahkan tidak pernah menemukannya sampai akhir kelas 3 SMA.


BERSAMBUNG ke (bagian 9)



Monday, July 13, 2009

Pengalamanku belajar 7

Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 6). Ketika saya kelas 1 SMA, di awal semester 2 ada seorang kakak kelas saya yang namanya Supriono. Dia telah memperoleh peringkat 7 dalam olimpiade matematika tingkat propinsi . Saat itu yang mengumumkan adalah Bapak Hari (bagian OSIS) pada upacara bendera. Diberitahukan juga yang memperoleh juara 1, 2 dan 3 adalah SMA swasta di Surabaya. Ketika mengumumkan itu Pak Hari seolah-oleh memberikan isyarat supaya nanti kalian bisa mendapatkan yang lebih baik.

Ketika mendengar semua itu saya berkata dalam hati “Inilah yang kutunggu-tunggu”. Tahun depan saya akan lebih baik. Ini janji saya. Setelah melihat itu semua saya makin sungguh-sungguh (tergila-gila) dengan matematika. Tapi sayang di kelas 1 ini saya hanya memperoleh peringkat 4 untuk semester 1 dan peringkat 13 pada semester 2. Itu adalah peringkat di kelas 1-5, bukan peringkat parallel (maksudnya peringkat angkatan).

Kelas 1-5 sebenarnya kelas yang agak aneh. Tanda tulisan 1-5 di depan kelas diubah sehingga ada gambar apinya. Kaos kelasnya saja untuk cowo di bagian punggungnya tertulis “GO TO HELL”, ada gambarnya orang berdarah-darah menetes. Sungguh menyeramkan. Masih ada beberapa hal yang aneh, tapi saya lupa.

Ketika melihat peringkat saya 13 dan orang tua memarahi saya, saya malah makin semangat belajar matematika. Dengan berpedoman pada buku “Berfikir dan Berjiwa Besar” saya mulai mencoba sesuatu hal yang mungkin tidak akan dilakukan oleh orang lain. Saya akan melakukan sesuatu yang siswa SMA se-Indonesia mungkin tidak mau melakukannya.

Di zaman saya SMA, libur kenaikan kelas lamanya 1 bulan. Saat itu saya memanfaatkan waktu saya sebaik-naiknya untuk mewujudkan cita-cita. Saya mendapatkan buku warisan dari kakak saya. Titik berat saya adalah mempelajari semua matematika kelas 2 SMA. Waktu itu bukunya adalah karangan Sukino, terbitan Intan Pariwara. Saya harus mengerjakan semua soalnya. Tiap hari saya belajar tanpa memperdulikan waktu. Mungkin tiap hari saya belajar 6 jam, 8 jam atau bahkan 10 jam. Terus terang saya sebenarnya jadi merasa jenuh belajar ketika itu. Tapi saya tetap memaksa belajar. Saya hanya berfikir, tidak mungkin saya akan gila karena belajar seperti ini.

Justru orang menjadi gila karena tidak belajar. Ketika saya kelas 1 SMA, belajar matematika merupakan hal yang menyenangkan. Tapi sekarang sangat tidak menyenangkan (mungkin karena terlalu banyak). Mungkin anda sendiri menyadari, kalau kue tart rasanya enak. Tapi jika kita langsung menerima banyak kue tart pastilah kita jadi ga suka. Bahkan jika kebanyakan makan bisa jadi perut kita sakit.

Tapi saya terus bertahan untuk belajar matematika. Bahkan bab suku banyak bisa saya pelajari dalam satu malam dan saya kerjakan semua soalnya. Akhirnya dalam 2 minggu saya selesai mempelajari matematika kelas 2 SMA. Karena masih ada libur 2 minggu, akhirnya saya pelajari matematika kelas 3 SMA. Saya bisa menamatkan matematika kelas 3 SMA dalam 2 minggu juga.

Waktu itu kakak saya yang kedua (Miftahul Ilmiah) sedang mengikuti UMPTN. Ketika dia sudah pulang langsung saya lihat soal-soalnya, saya sudah bisa mengoreksi beberapa kesalahan-kesalahannya. Karena saya kasih tahu kesalahan-kesalahannya kakak saya jadi pesimis. Tapi Alhamdulillah kakak saya diterima di pilihan 1, yaitu Kedoteran Umum Unair. Woow, 2 orang kakak saya kuliad di tempat yang sama. Mereka sama-sama diterima di pilihan 1. Bisakah saya nanti diterima di pilihan 1?

Itu adalah pengalaman dahsyat ketika belajar matematika. Bagaimana dengan fisika? Saya sama sekali belum menyentuh fisika kelas 2 waktu itu.

BERSAMBUNG ke (bagian 8)

Jika anda membutuhkan motivasi untuk pendidikan, bisnis, dan lain-lain oleh Muhammd Son Muslimn anda bisa menghubungi (022) 91207872

Sunday, July 12, 2009

Pengalamanku belajar 6

Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 5). Aku selalu mempelajari buku fisika dari Yohanes Surya, walaupun di sekolahku menggunakan buku lain, aku lebih banyak mengerjakan soal-soal dari buku Yohanes Surya. Pada buku ini bagian awal bab adalah teori ringkas, kemudian ada soal-soal dan pembahasan yang cukup bervariasi (kira-kira 30 soal), terus dilanjutin dengan soal-soal yang tidak ada pembahasannya (sekitar 50 soal/bab).

Soal-soal yang tidak ada pembahasannya ini rata-rata mirip degan soal-soal yang ada pembahasannya, jadi dengan metoda melihat pembahasan yang ada kita pasti bisa mengerjakannya. Ini yang saya sebut metoda nyontek, jadi saya bisa fisika karena nyontek. Sebenarnya yang ditaruh Yohanes Surya di buku bukan hanya soal fisika SMA, tapi juga materi kuliah mahasiswa tingkat pertama. Jadi kalau menguasai buku Yohanes Surya, pastilah kemampuan fisikanya dahsyat.

Kebetulan saya telah berhasil mengerjakan soal-soal fisika Yohanes Surya, hanya sedikit bagian bab terakhir di semester I yang tidak saya kerjakan. Dari sini jelas, saya sangat menguasai fisika SMA.

Kebetulan di kelas saya, gurunya kurang enak dalam mengajar. Teman-teman saya mengeluh, karena tidak bisa fisika. Suatu hari, guru saya menuliskan soal GLBB, dan berjanji, siapa saja yang bisa mengerjakan di depan akan mendapatkan bonus nilai. Karena saya tahu, soal itu diambil dari buku Yohannes Surya, maka dalam waktu sekejap saya bisa menyelesaikannya.

Tapi saya tidak segera maju. Saya hanya duduk diam saja, sampai akhirnya sang guru menanyakan pada saya “Sudah selesai?” . Saya jawab,” sudah pak”. “Silakan ke depan” kata guru saya. Akhirnya saya kerjakan di depan sampai selesai. Guru saya hanya ngomong, “Ya, beginilah jawaban yang benar”. Setelah itu guru saya memberikan soal lagi. Aku langsung mengerjakannya sampai selesai, hingga akhirnya guru saya melihat dan saya dipersilakan ke depan.

Setelah selesai gru saya mengatakan hal yang sama, “Ya, beginilah jawaban yang benar”. Setelah itu guru saya keluar karena waktunya sudah habis. Teman-teman yang baru mengenal saya (memang waktu itu SMA belum 1 bulan) lumayan keheranan. Mereka jadi bertanya-tanya ke saya gimana caranya. Setelah itu jika ada permasalahan fisika, saya menjadi tempat bertanya. Bahkan teman saya ada yang ngomong ,”Seharusnya kamu yang ngajar, bukan bapak itu.”

Suatu hari guru fisika saya memberi PR dari buku pegangan. Saya tidak punya buku pegangannya karena memang buku pegangannya bukan buku Yohanes Surya, dan saya termasuk orang yang ekonomis, ga mau beli buku lagi (mungkin sebenarnya ga punya duit). Akhirnya saya meminjam kepada teman, tapi teman saya mewanti-wanti, “Kapan dikembalikan?” Saya jawab “2 hari lagi”. Akhirnya teman saya meminjamkan, selama 2 hari itu saya kerjakan soalnya sampai selesai.

Ketika saya mengembalikan buku itu, teman saya malah pengin meminjam pekerjaan saya. Setelah saya pinjamkan ternyata hampir semua teman saya memfotokopi jawaban saya. Akhirnya jika ada PR lagi teman-teman saya berusaha meminjamkan bukunya ke saya.

Berita tentang kemampuan saya di matematika dan fisika begitu menguat, hingga menyebar ke kelas-kelas lain. Mungkin saya dianggap dewa di matematika dan fisika. Tapi perlu diketahui, kemampuan saya di bidang lain menurun. Kecuali olahraga, kalau disuruh lari marathon, saya adalah yang paling kuat di kelas 1-5.

Tapi, anehnya teman-teman tidak melihat kelemahan saya. Kemampuan matematika dan fisika yang jauh di atas teman-teman lain dianggap sesuatu yang sangat dahsyat, karena biasanya siswa SMA sangat kesulitan mempelajari 2 hal ini. Ketika pembagian raport, teman-teman saya mengira sayalah rangking 1.

Tapi ternyata, saya hanya memperoleh rangking 4 di kelas 1-5. Di semester 2 lebih gila lagi, saya memperoleh rangking 13. Orang tua saya tidak suka dengan keadaan ini. Saya dimintanya untuk sungguh-sungguh di semua pelajaran. Saya bukannya malah sungguh-sungguh, tapi malah makin menguatkan matematika dan fisika. Di sinilah petualangan saya mulai.

BERSAMBUNG ke (bagian 7)

Saturday, July 11, 2009

Pengalamanku belajar 5

Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 4). Dulu ketika masih kelas 1 SD saya termasuk anak yang lambat belajar membacanya. Teman-teman saya sudah lancar membaca, tetapi saya belum. Bahkan di kelas 2 SD juga belum lancar membaca. Kebetulan ibu saya adalah guru SD, dan ayah saya guru MI (Madrasah Ibtidaiyah, sekolah madrasah yang setara SD). Karena tinggal di desa yang kebanyakan penduduknya petani maka pekerjaan guru sangat terpandang.

Tapi ironisnya, anak guru susah belajar membaca? Nilai rata-rata raport saya juga Cuma 6 koma sekian, bisa dibilang hampir tidak naik kelas.


Sampai sekarang saya juga tidak tahu IQ saya, ketika dulu psikotes, saya tidak pernah tahu hasilnya. Mungkin sebenarnya IQ saya tidak tinggi, buktinya kemampuan membaca saya lambat. He he , tapi ini Cuma dugaan.


Tapi saya tidak perduli, buktinya saya bisa mengalahkan teman-teman saya ketika lulus SD. Di SMP juga begitu, dari 250 anak seangkatan, saya bisa meraih peringkat 2. Nah, ketika saya memasuki SMA, satu angkatan ada 320 orang, dan kemampuannya jelas, rata-rata kemampuan mereka jauh diatas rata-rata kemampuan teman-teman SMP saya.


Ketika pembagian kelas, tampak sekali kelas 1-1 siswanya terlihat paling pinter.
Ini terlihat , karena Wilis dan Anita ada di kelas itu. Saya sendiri berada di kelas 1-5.


Saya mulai mengatur strategi, ketika belajar matematika saya selalu mencoba mempelajarinya sebelum guru saya mengajar, minimal saya membacanya. Terkadang saya tidak memahami ketika membaca, tetapi walaupun begitu hasil membaca saya
sangat berpengaruh ketika sudah diajar guru.


Dari sinilah saya mulai kecanduan untuk belajar mandiri. (Sebenarnya ga kecanduan sih, hanya karena merasakan manfaatnya jadi saya selalu pengin mencoba).


Ketika mulai mempelajari bab 2, walaupun belum diajar oleh guru, saya menjadi lebih paham. Begitu juga dengan bab 3, saya jauh lebih paham. Akhirnya saya mulai bisa mempelajari matematika tanpa diajar oleh guru saya, bahkan saya bisa mengerjakan semua soalnya.


Lain lagi halnya dengan fisika, waktu itu saya mendapatkan warisan buku dari kakak saya, penerbitnya PT Intan Pariwara, nama pengarangnya adalah Drs Yohanes Surya (waktu itu masih Drs, sekarang sudah Prof. Dr). Dalam buku itu terlihat jelas, fisika SMA jauh lebih sulit dibandingkan fisika SMP. Terlihat sekali fisika penuh dengan hitungan, bahkan hitungannya bisa lebih parah (rumit) dibandingkan dengan matematika.


Kalau di SMP ada rumus V = IxR maka rumus paling hanya dibalik menjadi I = V/R atau R = V/I, begitu saja, sementara di SMA tidak. Rumus posisi GLBB bisa S = So+ Vot + ½ at2. Yah betapa panjangnya, setelah itu jika hafal belum tentu bisa menggunakannya (mengerjakan soal). Pemahaman lebih dipentingkan dalam hal ini.


Aku ingat betul, kedua kakak saya selalu merasakan fisika adalah pelajaran yang paling sulit. Tetapi ketika saya masuk SMA kakak saya selalu mengatakan, kalau kamu masuk ke teknik, ada dua pelajaran yang harus kamu kuasai, yaitu matematika dan fisika.


Bahkan jika kamu masuk jurusan teknik kimia sekalipun, materi yang paling penting adalah matematika dan fisika.


Saya sebenarnya agak keheranan, ketika saya buka buku fisika, terlihat materinya seperti kurang berguna, mulai balok yang diseret, balok diangkat pakai katrol, balok yang melorot di bidang miring dan lain-lain. Wah anehlah pokonya fisika, sebenarnya saya tidak tertarik melihat gambar-gambarnya. Karena saya lihat gambar-gambarnya tidak ada yang keren, seperti gambar mesin atau yang lainnya gitulah.


Lain halnya dengan kimia, terlihat lebih modern, ada reaksi kimia, benda-benda terlihat lebih keren karena ada rumus kimianya, seperti air menjadi H2O, Oksigen O2, asam sulfat H2SO4 dan sebagainya.


Terus terang kimia terlihat lebih modern, karena melihat benda dari bagian-bagian kecilnya, sesuatu yang tidak kasat mata.


Sementara fisika, seperti permainan anak-anak saja. Tapi, …… ketika melihat hitungannya fisika jauh kelihatan lebih dahsyat, sehingga saat itulah saya berfikir “Ini berita bagus, teman-teman pasti banyak yang tidak bisa. Ini kesempatan yang bagus bagi saya, kalau saya bisa pasti teman-teman akan melihat saya orang yang unggul, ha ha ha ha”.


Buku karangan Yohanes Surya memang berbeda dengan buku yang lain, teorinya ringkas, banyak sekali soal-soal yang dibahas, mungkin sampai 30 soal per bab, dan pembahasannya begitu rinci. Kemudian soal-soal latihannya cukup banyak, sampai sekitar 50 soal. Buku lain soal-soal latihanyya hanya sekitar 10, atau kalau banyak, tidak ada contoh yang dibahas dan mirip dengan soal latihan juga tidak ada.


Di buku Yohanes Surya, soal-soal latihan kebanyakan mirip dengan soal-pembahasan, hanya beda angka. Nah dari situlah saya hanya berfikir, saya harus mengerjakan semua soal fisika yang ada di buku Yohanes Surya.


BERSAMBUNG ke (bagian 6)

Friday, July 10, 2009

Pengalamanku belajar 4

Kisah ini adalah lanjutan dari (bagian 3). Ketika saya mulai masuk kelas 3 SMP, siswa yang dianggap pintar dimasukkan ke kelas 3B dan 3F. Aku sendiri masuk di kelas 3B. Sementara itu kelas siswa kelas 3F rata-rata kelihatan jauh lebih pintar dari kelas 3B. Kalau kelas lain, ya tentunya masih di bawah 3B. Memang saya akui, kelas 3F lebih bagus, yang ranking 1 sekolah juga ada di kelas itu. Yang ranking 1 sekolah ini dulunya NEM masuknya peringkat 2, tepat nilainya di bawahku.

Tapi ada hal tertentu yang membuat aku tidak suka. Ketika acara peringatan HUT RI, diadakan lomba seni antar kelas. Setiap dua kelas diserahin 1 ruangan. Di situlah kita menyusun karya seni, mulai dari wayang (tentunya wang kulit, bukan wayang orang), dan hiasan-hiasan dinding lain. Sorri saya kurang bisa menceritakan seninya karena saya tidak tahu banyak tentang seni.

Terus terang saat itu saya lihat kelas saya dekorasinya paling indah. Anak kelas 3F yang dekat dengan saya memberikan ucapan selamat, “Wah kalian semua bisa kompak, pada membawa barang-barang seni yang bagus-bagus dari rumah, kalian pasti juara I”. Saya akui, kelas 3F mamang dekorasinya tidak bagus, bahkan banyak kelas lain yang lebih bagus, termasuk kelas 1 dan 2.

Saat pengumuman, betapa terkejutnya saya, ternyata kelas 3F juara 1. Ini mungkin awal dendam saya.

Saat kami kelas 3 SMP itu, kami dibagi kelompok-kelompok untuk membuat karya tulis. Yang membimbing jelas guru bahasa Indonesia, tapi sayangnya guru kelas kami hanya bertahan beberapa bulan karena dipindahkan ke sekolah lain.

Kami membuat karya tulis yang hasil studi tour kami ke Jogjakarta. Yang kita lakukan hanya membuat karya tulis sebaik-baiknya tanpa pembimbing, masalahnya pengajar Bahasa Indonesia di kelas kami belum jelas. Sementara yang menilai adalah guru bahasa Indonesia kelas 3F. Saya tidak tahu, mana karya tulis yang baik. Karena memang saya tidak tahu.

Ya anda tahu sendiri kalau seni saya masih bisa menilai, mana yang indah mana yang tidak. Kalau karya tulis gimana? Saya kan masih bocah ingusan? He he, maksudnya kalau lagi flu

Ketika pengumuman betapa terkejutnya saya, juara 1, 2, dan 3 adalah dari kelas 3F. kelas kami tidak satupun mendapat juara. Masak sih karya tulis kami jelek jelek? Atau guru bahasa Indonesia kelas 3F ingin siswa bimbinganya kelihatan hebat-hebat? Atau mungkin karena yang menilai guru Bahasa Indonesia kelas 3F sehingga karya tulis kami tidak sesuai dengan idenya, atau malah bertentangan dengan idenya?

Saat inilah muncul dendam yang makin membara pada diri saya. Saya akan membalas semua kekalahan ini. Saya akan mengalahkan kelas 3F sekalah-kalahnya. (he he ini bahasa saya ngaco)

Tapi terus terang saya hanya bisa membalas di EBTANAS (baca UN zaman dulu)nanti. Saya cari buku soal-soal EBTANAS tahun lalu, saya kerjakan semuanya, dan saya beri nilai sendiri sesuai kunci yang ada di buku. Dari sini saya bisa memprediksi berapa NEM saya nanti. Bisa dibilang saat itu saya bikin try out sendiri.

Kalau jam belajar kosong, saya sempatkan ke ruang guru untuk minta soal-soal tahun lalu kepada guru yang punya, baik soal EBTA, PRAEBTA, atau apa sajalah buat dipelajari.

Di semester 5 (maksudnya semester 1 kelas 3) ketika SMP saya hanya menduduki peringkat 4 di kelas 3B. Peringkat 1 nya adalah Andik Nashar Widodo, dia dulu ketika masuk SMP NEM nya peringkat 3.

Si Andik ini adalah teman saya ketika di SMA, bahkan sampai kuliah di ITB, plus satu asrama tinggalnya, ya di ABG, maksudnya asrama Bumi Ganesha.

Ketika melihat saya yang begitu rajin menyiapkan EBTANAS, rupanya Andik tidak tinggal diam. Diapun rajin habis-habisan. Jadilah dia NEM nya terbaik, sementara saya peringkat 2. Saya tidak bisa mengungguli dia, karena di awal kelas 3 saya memang sudah kalah start.

Ketika pengumuman nilai EBTANAS, sekolah memanggil ke depan 10 siswa terbaik. Dan ……. yang ditunggu-tunggu tiba, dendam saya terbalas.

Dari 10 orang yang dipanggil, 9 orang dari kelas 3B, 1 orang dari kelas 3F, dialah yang selalu menjadi ranking 1 di sekolah selama ini, tapi kali ini dia hanya peringkat 4.

Kenapa semua ini terjadi? Ketika EBTANAS saya malakukan kecurangan, saya mebagi-bagi jawaban saya ke teman-teman sekelas saya.

Jadi

Juara 1 : Andik

Juara 2 : saya

Juara 3 : teman yang ketika EBTANAS tepat duduk di belakang saya, parahnya lagi anak yang satu ini nilai matematikanya betul semua, padahal punya saya salah satu.

Juara 4 : dari kelas 3F (ranking 1 sekolah)

Juara 5, 6, 7, 8 : teman-teman yang duduknya di kiri, kanan saya, kiri belakang dan kanan belakang

Juara 10 : Teman dekat saya, duduknya jauh dari saya, tetapi selalu berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan saya

Ya begitulah, saya tidak tahu, apakah itu dendap positif atau negatif, tetapi saya merasa berhasil karena dulu meras dizalimi.

Teman-teman saya yang masuk 10 besar tadi hampir semuanya masuk di SMAN 2 Tulungagung, bersama saya. Di SMA inilah karir dahsyat saya mulai. Bagaimana cara saya mempelajari Fisika, Matematika, sampai saya dianggap jenius. Yang jelas di sini ada rahasianya yang ketika di SMA tidak pernah saya buka.

Dan ketika di kelas 2 dan 3 SMA, saya satu kelas dengan siswa yang dulu bersaing dengan saya untuk menjadi juara 2 lomba matematika tingkat kabupaten.

BERSAMBUNG ke (bagian 5)

Wednesday, July 8, 2009

Pengalamanku belajar 3

Pada bagian sebelumnya (bagian 2) telah saya ceritakan saya memperoleh juara 3 tingkat kabupaten di lomba bidang studi matematika. Setelah itu saya memperoleh pembinaan dari depdikbud (departemen pendidikan dan kebudayaan) satu kali. Yang dibina hanya juara 1, 2, dan 3. Beruntunglah akau masih dapat pembinaan. Ketika itu terlihat, juara 1 dan 2 kemampuannya berimbang, sementara aku agak jauh di bawah. Bagi saya ini bukan pukulan, melainkan tantangan bagi saya. Harus saya buktikan bahwa saya nanti akan lebih baik.

Setelah itu saya tidak tahu lagi kapan kelanjutan lombanya. Akhirnya saya fokus pada Ebtanas. Saya belajar terus menerus, sampai akhirnya saya memperoleh nili NEM tertinggi se kecamatan Kalidawir.
Ketika saya mendaftar di SMPN Kalidawir, NEM saya menduduki peringkat pertama. Tapi setelah saya masuk SMP ini, saya mulai banyak masalah, mungkin karena mulai memasuki masa puber, mulai suka dengan lawan jenis, mulai ada ketertarikan, .... ya ya ya pokoknya gitu deh. Tapi terus terang saya tidak pernah berpacaran 1 kalipun ketika SMP.

Nilai-nilai saya di SMP mulai turun drastis. Tapi mungkin karena suasana belajar yang berbeda. Dulu ketika di SD dan guru saya memberi PR, saya tidak pernah memberi tanda di buku, baik berupa coretan/tulisan PR maupun lipatan di buku, tetapi saya selalu ingat.

Ketika di SMP saya melakukan hal itu, sampai di rumah saya tidak pernah ingat. Pas guru mengajar pada minggu depannya saya baru ingat, ya udah terlambat deh.
Mungkin karena ketika SD pengajarnya hanya 1 orang, mengajar berbagai bidang studi, sementara di SMP masing-masing pelajaran 1 guru, ini yang membuat pelajaran jauh menjadi lebih padat.

Nilai ulangan mendapat 4 sudah jadi hal biasa, terutama untuk pelajaran yang tidak ada hitungannya. Untuk matematika nilai saya bukanlah yang terbaik di sekolah, tapi tidak jelek-jelek amatlah. Saya hampir tidak pernah belajar matematika, tetapi saya masih memetik buah hasil belajar saya di SD yang begitu rajinnya, sehingga saya masih ok di bidang matematika.

Nilai saya lumayan parah selama 4 semester. Memang saat itu saya pernah kecanduan sandiwara radio, mulai dari saur sepuh (brama kumbara), tutur tinular (aria kamandanu), misteri dari gunung merapi (sembara dan mak lampir) sampai sandiwara radio yang tidak terkenal.

Saat kenaikan kelas 2 ke kelas 3, saya sedikit bertobat. Saya mulai mengingat-ingat kejayaan masa lalu (catatan prestasi). Saya memang merasakan beban saya di SMP lebih berat dibandingkan SD. Masing-masing pelajaran diajarkan oleh satu guru. Ketika saya mencoba fokus pada pelajaran tertentu, pelajaran lain mulai ketinggalan.

Saya mulai mengubah strategi, saya harus belajar pada materi yang saya anggap penting. (Maksudnya materi yang sekiranya di SMA nanti banyak dipakai). Akhirnya saya pilih Matematika, Fisika, dan Bahasa Inggris)

Untuk matematika, setiap bab soal-soalnya saya kerjakan semua, walaupun guru saya tidak memerintahkan. Untuk fisika saya sudah membaca semua materi semester 5 sebelum sekolah masuk. Untuk bahasa Inggris, saya diikutkan les bahasa Inggris oleh ibu saya di kota Tulungagung. Saat itulah saya dibuatkan SIM C. Ini adalah awal-awal saya mulai percaya diri. Saat itu juga, di awal kelas 3 SMP, kakak saya yang pertama (Inkhud Muawanah) diterima di Kedokteran Umum Unair. Prestasi yang bagus buat keluarga.

Kakak saya sat itu membelikan saya buku Berfikir dan Berjiwa Besar, karangan David Swartz. Buku ini sangat memotivasi saya, membuat saya berani bermimpi besar, berani bercita-cita besar. Buku ini sering saya baca berulang-ulang. Ketika saya mulai kuliah di Bandung juga saya membeli buku itu lagi, karena buku saya yang lama dipinjam orang dan tidak kembali. Setelah saya membeli buku itu, kejadian yang sama terulang kembali, buku itu dipinjam orang dari 1 orang ke orang lain, sehingga tidak kembali lagi, dan saya membeli lagi. Memang kalau buku itu bagus saya tidak segan untuk membeli dan menceritakan pada orang lain, sehingga orang lain tertarik untuk membacanya.
(sori, ngelantur lagi)

Nilai saya di kelas 3 SMP jadi bagus untuk ketiga pelajaran itu, walaupun yang lainnya kurang. Akhirnya saya mulai fokus di Ebtanas SMP. Saya bercita-cita untuk kembali menjadi juara 1. Tapi saya hanya memperoleh juara 2 di SMP. Yah, mungkin karena kesalahan-kesalahanku di kelas 1 dan 2, sehingga sekuat apapun aku mencoba, hasilnya tidak maksimal.
Tapi tidak apalah, minimal jika saya gagal, saya tahu caranya untuk bangkit.

Setamat SMP saya mendaftar di SMAN 2 Tulungagung. Kali ini nilai NEM saya tidak berada di halaman 1, maklum saya dari SMP kampung, tetapi saya bertekad, saya harus menjadi yang terbaik di sekolah ini. Saat saya melihat pengumuman nilai tertinggi adalah Wilis Wirawan dari SMPN 1 Tulungagung. Saya tidak tahu siapa dia itu. Tapi ketika melihat urutan kedua, saya sangat ingat nama itu. Dia juga dari SMPN 1 Tulungagung, namanya Anita Nawangsari, siswa yang dulu berebut dengan saya untuk memperoleh juara 2 matematika tingkat kabupaten.

Hatiku bergetar, aku merasa kalah lagi. Tapi tidak apa-apa, aku belum tentu kalah beneran.

BERSAMBUNG ke bagian 4

Monday, July 6, 2009

Pengalamanku belajar 2

Seperti yang kuceritakan sebelumnya (bagian 1) ketika kelas 4 SD aku sering sakit-sakitan, jadi aku sering tidak masuk. Sebelumnya aku diajari perkalian pecahan. Perkalian pecahan sangat mudah, asalkan kita bisa perkalian biasa. Cara mengalikan pecahan cukup pembilang dikali pembilang dan penyebut dikali penyebut. Ketika aku tidak masuk (karena sakit) guruku mengajari penjumlahan pecahan. Ketika masuk teman-temanku sudah pada ngerti penjumlahan pecahan. Aku coba menghitung, pembilang ditambah pembilang, dan penyebut ditambah penyebut. Ya tentu saja jawabanku salah.

Aku ketinggalan, saat itulah aku merasa paling bodoh. Aku tidak tahu kalau menjumlahkan pecahan harus disamakan dulu penyebutnya.
Biasanya kalau di matematika kita terhambat di satu masalah, dan kita tidak berusaha mempelajarinya sampai bisa, untuk seterusnya kita akan selalu kesulitan dan makin tidak bisa, akibatnya kita tidak suka matematika, dan akhirnya memberikan identitas saya tidak berbakat matematika.

Saat itulah kakak saya yang pertama, Inkhud Muawanah, berbaik hati untuk selalu mengajari saya setiap sore, hingga akhirnya aku benar benar mengerti matematika. Aku disuruhnya mengerjakan soal-soal selain PR yang diberikan oleh guru saya.
Dengan jam terbang yang lebih tinggi aku mulai bisa bersaing dengan teman-temanku yang ranking 1 dan 2. Hingga akhirnya di akhir kelas 4 SD aku menduduki rangking 1. Di kelas 5 SD kemampuanku di matematika jadi yang terbaik di sekolah, hingga awal kelas 6 SD diikutkan lomba bidang studi matematika (mungkin sekarang olimpiade matematika kali ya)

Jauh-jauh sebelum lomba aku diberi bank soal matematika oleh ibu saya (kebetulan ibu saya juga guru SD, tapi tidak mengajar di SD saya). Setiap hari aku kerjakan soal-soal selama 2 jam. Kemampuanku menghitung dan memahami soal meningkat pesat. Saat diikutkan lomba aku memperoleh juara 1 se kecamatan kalidawir.

Setelah itu aku dibawa untuk ikut lomba tingkat kabupaten. Bagi saya Tulungagung adalah benar-benar sebuah kota, sementara saya dari desa. Bagi pembaca mungkin tahu sendiri, Tulungagung bukanlah kota yang besar, melainkan hanya sebuah kabupaten.
Sedangkan aku bukan tinggal di kotanya, melainkan di desa, sehingga terbayang betapa kampungannya saya ketika itu, yang tidak terbiasa melihat keramaian.

Melihat anak-anak kota yang cenderung banyak bicara, aku sedikut minder. Aku tidak tahu banyak, apa yang mesti kulakukan. Lomba ya lomba saja, yang penting ikutan saja. Selesai test tulis diadakan cerdas cermat. Untunglah saat cerdas cermat lawanku adalah sama-sama dari desa, tapi aku lupa nama kecamatnnya, jadilah aku yang terbaik di situ. he he

Besoknya diadakan cerdas cermat babak final, terdiri dari 5 orang dari kecamatan yang berbeda, salah satunya kecamatan kota (maksudnya kota Tulungagung). Lawan-lawanku kali ini terlihat lebih cerdas dan jago-jago. Juara 1 saat itu adalah Suryad (dari kecamatan Kedungwaru- lumayan kedungwaru kelihatan lebih kota dibanding Kalidawir), sedangkan untuk urutan kedua ada 2 orang yang sama, yaitu Anita Nawangsari (dari kecamatan Tulungagung) dan aku sendiri.

Akhirnya dikasih tambahan satu soal buat kami berdua. Ketika dikasih soal tambahan ternyata Anita berhasil merebut soalnya, jadilah aku juara 3.
Tapi lumayan, dari desa dapat juara 3. Saat itulah muncul impian saya, biarlah lomba kali ini aku hanya juara 3. Tapi suatu saat jika ada lomba lagi aku harus juara 1, jika perlu sampai tingkat nasional atau internasional, begitulah

Tetapi keadaan tidak semulus itu, ketika di SMP nilaiku ternyata turun drastis, mungkin ada masalah di awal masa puber kali ya

BERSAMBUNG ke bagian 3

Sunday, July 5, 2009

Pengalamanku belajar

Sejak SMA saya hanya menyukai dua pelajaran, yaitu matematika dan fisika. Mungkin bagi orang-orang ini terasa aneh, "Ya memang, menurutku juga aneh". Aku sendiri juga tidak menyukai 2 pelajaran itu. Tapi aku tahu caranya supaya lebih menarik.
Matematika sebenarnya seperti permainan. Kalau kita bermain kalah terus-terusan, ya kita pasti ga suka permainan itu. Tapi kalau kita sering menang dalam permainan, kita pasti menyukai permainan itu. Dalam matematika juga terjadi seperti itu. Jika seseorang selalu tidak bisa dalam mengerjakan soal matematika maka dia akan bosan dengan matematika, tetapi jika dia sering bisa mengerjakannya maka dia akan terus menginginkan soal berikutnya sebagaimana orang yang sedang kehausan.

Gimana caranya ?
Saya akan menjelaskan bagaimana saya dulu tidak manyukai matematika, tapi akhirnya bisa masuk 10 besar olimpiade matematika tingkat nasional.

Dulu sewaktu saya masih SD, pelajaran bahasa Inggris dimulai ketika SMP, jadi selama di SD saya tidak pernah mepelajari bahasa Inggris. Waktu di kelas 1 SD saya pernah bertanya ke saudara sepupu saya yang sudah SMP. Eh gimana pelajaran bahasa Inggris, susah ya? Saudara sepupu saya mengatakan engga, yang paling susah matematika.

Saya kebingungan dan keheranan, setahu saya matematika gampang sekali (karena kelas 1 SD) yang ditanyakan paling cuma belajar penjumlahan dan pengurangan, banyak gambar-gambar yang terlihat seperti permainan. Sementara bahasa Inggris, selalu terlihat sulit, karena tiap sore menjelang magrib saya nonton film kartun yang semua pengantarnya bahasa Inggris. Dan tentu saja saya sama sekali ga ngerti bahasa Inggrisnya.

Tapi keadaan mulai berubah saat saya mulai masuk kelas 2, saat itu saya mulai diajar perkalian dua digit dikali satu digit, misalnya 26 x 8. Saya diajari caranya dan ga ngerti-ngerti. Saat itulah saya mulai merasakan matematika adalah pelajaran yang sulit. Keadaan mulai parah ketika saya kelas 3 SD, saya mulai belajar pembagian. Ketika diajari pembagian dengan mengunakan bagan bersusun (bahasa jawanya porogapit). Saya mulai tidak suka matematika.

Keadan makin parah ketika di awal kelas 4 SD saya sakit-sakitan. Waktu itu saya terkena sakit amandel. Saya hampir dioperasi, tinggal beberapa hari lagi. Tapi mendadak amandel saya mengecil karena diobati oleh seorang mantri (bukan dokter). Jadi operasinya ga jadi dech. Hebat juga mantri yang satu ini (kalau ga salah namanya pak yus atau siapa ya). Tapi ada cerita lain ni, pak yus melarang saya minum es. Sekali minum es amandel saya bisa membesar dan dioperasi. Saya juga tidak boleh kelelahan. Terus terang saya menahan diri untuk tidak minum es secuilpun sampai 5 tahun.
Saya menahan diri, bahkan ketika teman-teman saya bermain bola, saya tidak bisa ikut. Tetapi untuk yang satu ini saya tidak bisa menahan diri berlama-lama. Dan menurut saya olahraga malah menyebabkan badan jadi sehat. Di SD memang tidak kelihatan bakat saya di olahraga, tetapi ketika SMP saya mulai terlihat stamina saya ketika lari maraton. Saya mewakili sekolah saya sampai 2 kali.

Untuk masalah minum es, setalah 5 tahun menahan diri saya mulai minum sedikit demi sedikit. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Bahkan sekarang ini walaupun saya tinggal di Bandung (kata orang suhunya dingin sih, tapi kata saya engga), saya selalu minum es, bahkan makan sahur sekalipun saya selalu minum jus buah yang pake es.

(sori ngelantur). Terus gimana dengan belajar matematikanya?
Kelihatannya baru bisa saya tulis di postingan berikutnya.

BERSAMBUNG ke bagian 2